Senin, 04 Juni 2012


Yamaha Mio, Tembus 7,056 Detik

Blar... blar... Itu suara galak dari knalpot Yamaha Mio geberan Ayip Rosidi dari MC Racing. Waktunya tembus 7,056 detik jarak 201 meter di kelas FFA pada Day Battle Pertamina Enduro-KYT Drag Bike di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Jogja. Beberapa minggu lalu.

Turun di kelas FFA cukup mengandalkan mesin 340 cc. “Itu didapat dari penggunaan piston LHK yang punya diameter 71 mm,” jelas Miekeel, bos MC Racing yang senang karena juara 1.

Pada event garapan Trendypromo Mandira itu,  Yamaha Mio ini dibarengi dengan penggunaan kruk as kerbau baru buatan Thailand. “Punya stroke atau panjang langkah piston sampai 86 mm,” jelas Miekeel yang Mio-nya sudah ditawar Rp 65 juta, tapi belum dilepas. Mau berapa?

Paduan antara diameter piston 71 mm dan stroke 86 mm, bisa dihitung volume silindernya. Yaitu mencapai 340 cc. Paling penting lagi, untuk mengurangi gesekan, ring piston dikikis sampai kecil. Itu kerjaan mekanik Thailand lho.

Namun Mieekel tidak percaya begitu saja pada mekanik negeri Gajah Putih itu. Seperti klep isap 35 mm dan buang 30 mm. Asalnya menggunakan klep besi biasa. Oleh Mieekel malah diganti pakai material yang lebih ringan, menggunakan bahan titanium.

Aslinya klep ringan ini milik Suzuki RMZ450. Bandingkan dengan klep bawaan dari Thailand yang batangnya 5,5 mm aslinya punya mobil. Pasti berat.

Diameter intake juga aneh. Lubang inlet dibuat 35 mm. Sama dengan diameter klep isap dong? Iya, tapi bentuknya tidak lagi dibikin membulat. Tapi, oval seperti telur. “Pada sisi samping bosh klep dibuat melebar,” ucap pria endut yang menurunkan Mio 300 cc juga tapi tidak juara karena jump start. (motorplus-online.com) 

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Eat My Dust 45/100-17
Ban belakang : Vee rubber 60/80-17
Roller : 10 gram rata
Bahan bakar : Bensol

Yamaha Mio, Tercepat di SBY!

Yamaha Mio milik Tomo Speed Shop (TSS) ini pernah tampil sebagai yang tercepat pada pentas drag bike di Surabaya, Jawa Timur. Ketika itu catatan waktunya 7,085 detik digeber Saipul Cibef. Namun ketika di Jogja lalu 7,106 disemplak Tony Cupank juara 2 kelas FFA matik.

Korekan mekanik Thailand ini sudah mengusung spek baru. “Seperti kruk as kerbau yang sudah punya stroke 86 mm,” jelas Tomo yang bos TSS itu.

Dipadukan dengan piston 69 mm merek LHK. “Jadinya kapasitas silinder bisa dihitung, yaitu hanya 321 cc,” terang Tomo yang memang bermuka terang dari tokonya di Jl. Bendungan Jago Raya, No. 6-7, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Untuk kepala silinder juga sudah menggunakan spek terbaru. Mengusung klep isap 35 mm dan buang 31 mm. Sedang spek lama klep isap 34 dan buang 30 mm, sama dengan kelas 300 cc.

Menurut Tomo, ruang bakarnya dibuat model dome. Rasio kompresi sekitar 12 : 1, cukup untuk trek 201 meter

Untuk suplai gas bakarnya, dirasa cukup menggunakan karburator PE 28 yang direamer abis. Lubang venturi dibabat abis sampai 34 mm. Main-jet menggunakan 135 dan pilot-jet 45.

Untuk puli depan pakai dari Yamaha Fino satu set berikut roller. Sedang puli belakang masih dipertahankan standar. “Hanya kampas kopling LHK dan per CVT 2.000 rpm,” jelas Tomo yang mau melepas Mio ini Rp 70 juta.

Piston Forging

Di soal pemilihan piston, juga dipilih produk yang lebih ringan namun lebih kuat. Oleh mekanik Thailand, juga sudah diseting menggunakan piston buatan LHK. Kelebihan piston ini sudah diproses dengan sistem forging. Sehingga dengan begitu, dinding liner bisa dibuat tipis namun kuat.

Melalui sistem forging juga membuat piston alias seher itu  jadi lebih enteng. Juga mampu menambah tenaga jadi lebih jreng. Apalagi ring seher juga cukup kecil, sehingga ringan gesekan dan tidak banyak mengurangi tenaga motor.

Sistem forging juga memungkinkan badan piston bisa dibuat kecil. Bagian yang bersinggungan dengan dinding liner jadi sedikit. Semakin sedikit juga mengurangi gesekan dengan boring.

Menurut Tomo, desain piston mirip kepunyaan Yamaha YZF. Dimensinya yang tidak tinggi pula sudah dipadukan dengan badan piston yang tidak begitu lebar. Untuk motor drag  yang harus menempuh waktu singkat, aplikasi ini dirasa sangat cocok. Apalagi piston memang tidak perlu ketahanan, karena hanya menempuh jarak 201 meter.

CC Lebih Kecil

Kapasitas silinder atau cc yang dimiliki Yamaha Mio milik Tomo Speed Shop (TSS) ini memang lebih kecil. Itu jika dibanding Mio milik Miekel Tjanjanto dari MC Racing yang juara 1.

Kalau Yamaha milik MC Racing menggunakan piston diameter 71 mm dengan volume silinder 340 cc. Sedangkan milik TSS diameter piston hanya 69 mm, dengan kapasitas silinder yang hanya 321 cc.

Perbedaan diameter silinder namun tidak di soal stroke atau langkah piston. Sama menggunakan kruk as kerbau terbaru punya stroke 86 mm.

Untuk perbedaan lain ada pada sistem pengapian terutama CDI. Kalau milik MC Racing masih mengusung CDI milik Yamaha Nouvo dengan kode 1P7.

Sedangkan CDI yang dipakai di Mio TSS ini adalah milik Mio lama. “Kodenya Sepco, sebelum keluar CDI Mio label Moric,” tunjuk Tomo. (motorplus-online.com)

 DATA MODIFIKASI
Ban depan : Eat My Dust  45/90-17
Ban belakang : Eat My Dust 60/80-17
Knalpot : TSS
Pelek belakang : Comstar 1,20x17

Honda Grand Balap Liar, Ubah Posisi Baut Atas

Bermain Honda C100, bukan hal mudah. Menaikan kapasitas engine, cukup terbatas. Pilihan piston, mentok hingga 60 mm. Itu kalau nggak mau ekstrem ubah 4 baut blok mesin. Seperti dilakukan di Honda Grand pacuan Dany Tilil di trek 500–600 meter ini.

Buat mengejar kapasitas engine maksimal, hanya mengandalkan piston milik Honda GL-Max Neo Tech oversize 150. “Diameter pistonnya hanya 58,5 mm. Jadi hanya cukup ubah posisi dua baut blok atas aja,” ungkap Abitya Shakti Yuliano, tuner Tri Tunggal Motor (TTM).
Baut atas, cukup digeser sekitar 3 mm. Itu berlaku untuk baut kiri dan kanan. Toh, baut yang diaplikasi masih tetap baut 10 mm. Enggak diubah jadi baut 12 mm layaknya pacuan Yamaha Jupiter.

Selain pakai bore up, stroke up juga. Tapi, Abit hanya andalkan kruk as milik Kanzen. Standar langkah piston hanya 54 mm. “Tapi, dinaikan lagi hingga 64 mm. Setang seher pakai Yamaha Force-1,” sebut pemilik workshop TTM yang bukan Teman Tapi Mesra di Jl. Ceger Raya, No. 04-A, Taman Mini, Jakarta Timur ini.

Abit pun sempat naikan stroke hingga 67 mm. Tapi, power bawah jadi terlalu liar. Dengan ubahan sekarang, isi silinder hanya sentuh 171,8 cc. “Kalau ada yang mau melamar siap aja. Tapi harus kelasnya ya,” seru tuner 26 tahun itu.  (motorplus-online.com) 

DATA MODIFIKASI
Ban depan    : Mizzle 2.00 x 17
Ban belakang    : HUT 60/80-17
Knalpot        : HRP
CDI        : Suzuki Shogun 110

Yamaha Mio, Joki Baru Pecahkan Rekor Super FFA

Dulu Yamaha Mio ini dibesut joki lawas tim drag bike Tomo Speed Shop. Macam Syaiful Cibef, M. Ramzi dan Imam Ceper. Cuma posisi 2 atau lebih. Tapi, dibetot Muhamad Hendra ‘kecil’ Dely, pecahkan rekor baru di 2 kelas sekaligus. Super FFA matik dan Super FFA pada Drag bike TDR YSS Comet DID 2011 di Jogja.

Meski baru 13 tahun, Hendra yang event ini baru gabung di Tomo Speed Shop bikin geger balapan. Pasalnya, 2 rekor baru langsung dipecahkan dengan waktu 7,040 detik kelas super FFA matik dan 7,055 detik kelas super FFA.

“Ada 3 hal yang bikin rekor baru tercipta. Pertama bobot Hendra cuma 27 kg, lebih ringan dari ketiga pembalap saya. Kedua, dia pintar saat start, meskipun alat untuk start termasuk susah. Ketiga, pilih skubek bore up 300cc dan bukan 350cc,” aku Utomo Tjioe alias Tomo bos Tomo Speed.

Pun begitu, Tomo tidak memberikan setingan mesin Mio bore up 300 cc untuk Hendra lebih galak di putaran bawah. Jusrtu sebaliknya, dengan bobot joki ringan power mesin dimaksimalkan mulai putaran tengah ke atas.

“Kalau galak di putaran bawah, dengan bobot joki ringan takutnya gak bisa kontrol gas. Ban gampang sliding yang dapat menyebabkan hilangnya waktu,” imbuh Tomo yang mengaku pasang rasio kompresi 11 : 1.

Rasio kompresi tak terlalu tinggi buat kejar putaran tengah ke atas, didapat dari piston diameter 66 mm LHK forging yang dicustom ulang kepalanya. Kata Tomo, piston asli rata itu dibikin agak membumbung dan dibuatkan coakan payung klep.
Selain atur ulang kubah, posisi piston yang terhubung setang piston asli (57,9 mm) dan geser stroke 14mm (jadi 86mm), dibikin agak mendam sekitar 2 mm setelah paking silinder bawah diganjal paking almu setebal 3,5cm.

Lalu volume silinder murni 294cc itu disuplai gas bakar karbu NSR SP reamer 34mm dengan setingan spuyer 135/45. Cuma biar debit gas bakar yang masuk dan sisa gas bakar dilepas sesuai kebutuhan mesin, aliran masuk dan buang diatur kem ubahan produk aftermarket.

Secara teknis, pemilik speed shop di Bendungan Jago Raya No. 6-7, Kemayoran, Jakarta Pusat ini mengaku tidak tahu persis ukuran yang tepat berapa derajat durasi dan LSA kem yang dipakai di motornya. Cuma sebagai patokan, tinggi lift kem yang pernah diukur jaraknya ada sekitar 27mm dengan lebar pinggang bubungan 19mm.

“Yang paling baru, diameter payung klep in 34mm dengan diameter batang 5mm dan klep ex 30mm dengan diameter batang 4,5mm bahannya stainless merek SPS. Selain lebih ringan, saat panas enggak gampang berubah bentuk. Performa juga tetap terjaga,” aku Tomo yang gunakan knalpt TSS buat lepas sisa gas bakar.

Ajib bener…   (motorplus-online.com)

 DATA MODIFIKASI
Ban depan : IRC 45/90-17
Ban belakang : Eat My Dust 50/100-17
Roller: LHK 11 gram
Kampas ganda : LHK
CDI            : Sepco


Yamaha Mio, Tercepat Karena Kompresi


Bukan seperti nasi goreng yang special karena pakai telor. Tapi,  Mio geberan Muhamad Hendra ‘kecil’ Dely ini jadi spesial karena mampu pecahkan rekor tercepat di dua kelas sekaligus. Yaitu, Super FFA Matik dan Super FFA di ajang Drag Bike TDR YSS Comet DID di Jogja, beberapa waktu lalu. Dan di ajang Seri III Achiles-Corsa Drag Bike  di Sentul (23/10) lalu tembus 6,959 detik. Itu, berkat kompresi tak terlalu tinggi!

Hendra yang hanya 27 kg itu, mampu melesatkan Mio bersasis titanium ini hingga catat waktu 7,040 detik. Padahal, isi besutan hanya sentuh 294,5cc. Tapi, berdasarkan hasil yang diraih, Utomo Tjioe selaku pemilik motor, bakal tetap pakai setingan sama buat berlaga di ajang drag Thailand nanti. Iya, berangkat ke Thai  akhir tahun, sebagai hadiah utama.

"Sebenarnya kalau bicara pemakaian part di mesin, ya sama seperti motor lain pakai. Karena part dari Thailand pun sudah banyak beredar di pasaran dan dipakai mekanik lokal. Mungkin, ini kali, seting mesin cocok dengan karakter Hendra. Makanya dia bisa catat rekor,” ungkap Utomo atau akrab disapa Tomo.

Memang, Tomo mengaku kalau mesin Mio ini juga dibawanya dari Thailand. Maksudnya, bukannya tunner dari Negeri Gajah Putih itu yang disuruh datang. Melainkan, Tomo pesan dan riset mesin dari Thai dan diboyong ke Indonesia.

"Tapi, setelah diperhatikan, sepertinya tidak ada bedanya dengan kreasi tunner Indonesia. Makanya saya gak menganggap spssial,” ungkap pria berkacamata pemilik Tomo Speed Shop di Jl. Bendungan Jago Raya, No. 6-7, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Terlepas dari itu, Tomo pun mengaku kalau rasio kompresi mesin yang diterapkan hanya sentuh angka 12 : 1. Tidak seperti pacuan drag yang umumnya banyak bermain di atas angka itu.

Pakai kompresi tidak terlalu tinggi, tujuannya agar performa lebih baik di putaran menengah ke atas. “Kalau terlalu galak di putaran bawah, takutnya mengganggu kontrol joki saat start. Akibat terlalu liar, bisa hilangkan waktu cukup banyak,” jelas suami dari Lice itu. Kompresi rendah juga enak di trek panjang.

Kompresi didapat dari pemakai piston forging LHK diameter 66mm yang diperuntukan bagi Mio. Bentuknya hampir sama seperti piston Honda CBR 150R. Tapi,  jika diperhatikan seksama, jarak antara pen ke permukaan piston yang diadopsi LHK lebih tinggi. “Hanya tinggi sekitar 0,5mm saja. Jadi, permukaan piston sejajar dengan bibir blok meski stroke sudah dibikin naik hingga 86mm,” beber pria 26 tahun yang baru menikah itu.

Tapi menurut Tomo lagi, sepertinya ini yang membedakan setingan tunner Thai dengan Indonesia. “Tunner kita lebih senang padatkan kompresi dari ubahan head. Tapi kalau Thailand, head malah banyak dicoak agar kompresi rendah. Maka itu, setelah pakai paking almu 3,5cm tetap pakai paking blok tembaga 0,5mm,” tambahnya lagi.

Bicara durasi noken as, Tomo tidak ada dial tepat. Itu karena mekanik Thailand lebih menerapkan hitung tinggi bumbungan dan pinggang. Tinggi, 27mm dan pinggang 19. “Sebelumnya pakai 26mm dan pinggang 18mm. Tapi, efeknya putaran atas saja yang bagus. Kalau pakai 27/ 19mm, bisa bantu putaran bawah,” tutupnya.

Siap Ke Thailand
Seperti dikatakan, seting engine tetap pakai yang sekarang. Yup! Misal, pakai klep 34mm (in) dan 30mm (ex) merek EE5. Alasannya pakai klep ini, karena diameter batang klep yang diaplikasi bervariasi. Ya, batang klep in 5mm dan klep ex 4,5mm. "Lebih kecilnya batang klep ex, rpm mesin makin ringan buat capai rpm tinggi," jelas Tomo.

Lalu, knalpot tetap pakai diameter leher pipa 30mm. Tidak tertinggal, CDI Fino merek Sepco. Karburator pun tetap pakai Keihin SP 28mm yang sudah direamer hingga 33mm. "Sebelum pergi, paling hanya melakukan pengecekan saja. Nah, ini juga yang kadang jadi pertanyaan kenapa mesin Thailand suka enggak awet. Tapi, mesin saya awet-awet aja tuh,” kata Tomo. Saran Tomo, baiknya lakukan penggantian komponen secara berkala. Misal, per klep ganti setiap 2–3 event. Lalu, ganti boring jika clearance liner sudah lebih dari 0,05mm.   (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan        : Vee Rubber 45/90-17
Ban belakang    : Vee Rubber 60/80-17
CDI            : Yamaha Fino
Roller             : 11 gram
Kampas kopling: LHK


Yamaha Jupiter-Z, Seher Kuat dan Ringan


Eko Chodox mempu juara 3 di kelas 130 cc. Tepatnya pada Mizzle Super Drag Bike Competition yang dipentas dua minggu lalu di Sleman, Jogja. Yamaha Jupiter-Z yang digebernya mampu tembus 8,44 detik. Rahasianya menggunakan seher Daytona.

Piston buatan Daytona ini memang sedang naik daun. Bahkan paling duluan banyak dipakai di road race. “Untuk turun di kelas 130 cc, dipilih menggunakan diameter 55,25 mm,” buka Yusron sang mekanik.

Katanya termasuk jenis piston forged. Sehingga lebih ringan namun kuat. Apalagi badan seher cukup kecil. Sehingga bidang kontak dengan dinding liner jadi sedikit. Otomatis gesekan juga semakin kecil. Membuat power mesin tidak banyak terbuang.

Menurut Yusron, piston ini juga didukung material yang bagus. “Enggak ada yang keropos,” jelas Yusron yang malamnya balap di Tasik, besok di Sleman. Makanya catatan waktunya kurang bagus. Kecapean jokinya.

Padahal Jupiter ini pernah mencatat rekor 8,20 detik. Ketika balapan di Manahan, Solo. Hasilnya juara ke-1.

Kembali ngomong seher yang dibanderol Rp 250 ribuan itu. Harus diperhatikan ring seher bawaannya. Menurut Yusron kurang bagus. “Supaya maksimal dianjurkan gunakan ring merek Riken yang dibeli di pasaran” jelas mekanik yang bicara dengan logat Jowo ini.

Kepala seher juga harus diatur ulang. Supaya rasio kompresi 12,6 : 1 yang dimau bisa tercapai. Caranya dipapas sekalian dibuatkan coakan untuk tonjokan klep. “Supaya aman, pinggir seher dibuat mendem di blok silinder 0,6 mm,” jelas mekanik dari Jl. Raya Tajem No. 64, Sleman, Jogja itu.
Menggunakan klep isap 28 mm dan buang 24 mm diambil dari Honda Sonic. Panjang batang katup dari bos klep 32 mm. Supaya per klep Jepang ketika dipasang tidak terlalu keras. Tidak banyak mengurangi tenaga motor karena gesekan kem dan pelatuk.

Selain itu, rasio dan final gir disesuaikan. Lihat data modif!

Karbu Reamer

Untuk suplai gas bakar, Yusron pilih menggunakan karburator Keihin PE 28. Aslinya diameter venturi hanya 28 mm. Oleh Yusron pilih yang reameran 32,5 mm. Karakter karbu PE 28 memang bagus di rpm bawah. Tidak mudah ngok, sehingga enak untuk akselerasi.

Selain direamer, sudah pasti spuyer juga diatur ulang. Mengikuti cuaca dan kondisi sirkuit. Apalagi selain main siang, kadang main malam juga.

Sebelum pasang karbu besar, korekan di kepala silinder dimainkan. Squish dibuat 9 derajat. Untuk lubang isap dibuat 25,8 mm. Sementara lubang buangnya disamakan dengan diameter payung klepnya yang 24 mm. Pas dipadukan dengan knalpot R9.

Yamaha Jupiter MX 135LC, Fashionnya Balap


Dulu MOTOR Plus pernah menyebarkan virus komorod. Artinya korban modifikasi road race. Ada yang masih ingat? Ternyata aliran ini masih hidup dan tetap berkembang di pulau Bali. Buktinya bisa dilihat pada Yamaha Jupiter MX milik I Made Riana ini. Layaknya motor balap, tapi hanya sekadar fashionnya saja.   

Bagi Brachunk, panggilan akrab Made, tampil seperti motor balap ini memang menjadi cita-citanya. Sebagai seorang mekanik di jaringan bengkel resmi Yamaha, oprek motor sudah jadi kesehariannya. Karena itu selain urusan bodi balap, mesin juga menjadi perhatiannya.

Saat ini, kapasitas mesin sudah tidak lagi 135 cc. Tapi, sudah menjadi 150 cc. "Karena sudah memasang blok berikut piston V-ixion. Sehingga otomatis jadi 150 cc," ujar lajang 23 tahun ini.
Tentu ini sah-sah saja, karena kembali ke konsep komorod tadi. Jadi, tidak dibawa turun di arena balap sesungguhnya, sehingga tidak ada batasan regulasi yang melarang peningkatan kapasitas mesin.

Berbagai variasi penunjang lainnya sudah pasti juga bergaya balap. Misalnya saja pelek yang menggunakan TDR. Bahkan buat ban, Brachuk menggunakan yang menjadi standar di arena IndoPrix (IP). IRC Razzo 221 ukuran 90/80-17.
Namun ada yang unik jika dilihat di roda belakang. Terlihat seolah-olah motor yang mempunyai nomor start 29 ini sudah menggunakan teromol variasi. Padahal ternyata masih orisinilnya.

"Bisa terlihat beda karena teromolnya dibubut. Hal itu karena sudah pakai disc brake di belakang, sehingga teromolnya dibubut supaya terlihat lebih ringan dan sporty," tutup warga Jl. Pecatu Graha No. 1, Kuta Selatan, Bali ini.